Tukang Pijit Ulung


Tukang-Pijit-Ulung-1.jpg
SETAHU saya namanya Amat. Tapi orang-orang sering memanggilnya Samli. Dia tidak punya pekerjaan tetap. Kerja di pabrik, pabriknya bangkrut. Pernah nyobain usaha odong-odong, keliling kampung, cuma sebentar. Terakhir jadi tukang ojek, sepeda motornya malah dijual. Sekarang dia kerja serabutan. Dia nggak pernah milih-milih pekerjaan. Kerja apa pun, asalkan dapat duit buat menafkahi anak istri, dia mau.


Kemarau panjang tahun ini membawa berkah buat dia. Banyak tetangga yang membutuhkan tenaga dia. Tetangga pada kesulitan air. Dia hadir menjadi dewa penolong. Dengan upah Rp 12.000 dan Rp 15.000 / tiga galon. Setiap hari dia memasok air untuk kebutuhan sehari-hari tetangga.

Dari mana dia dapat airnya? Airnya ngambil dari sumur bor di tempat pencucian mobil yang belum jadi. Yang punya cucian mobilnya baik hati. Sebelum resmi jadi tempat pencucian mobil, beliau mengizinkan orang-orang untuk mengambil air dari sumur bor miliknya.

Tukang-Pijit-Ulung-2.jpg
Karena di rumah air masih ada. Cukup buat mandi anak istri. Cukup buat nyuci baju dan cuci piring. Saya belum pernah menggunakan jasa dia. Tiap ketemu, di jalan atau di warung, dia tidak pernah nawarin air. Dia seringnya nawarin jasa pijit. Setiap malam katanya dia suka memijit. Banyak tetangga yang telah dipijit sama dia. Semenjak Mang Ipin meninggal dunia, saya belum pernah dipijit lagi.

Semalam, saya nyobain dipijit sama dia. Itu juga karena kasihan. Dia tiga kali datang ke rumah. Pertama habis maghrib. Kedua habis shalat isya. Ketiga jam sembilan malam. Habis maghrib saya masih ada di rumah. Tapi saya tolak. Karena baru maghrib, saya mau keluar dulu. Habis isya, saya tidak ada di rumah. Saya lagi nonton bola di rumah orang tua. Jam sembilan malam. Waktu dia datang lagi. Saya tidak bisa menolak. Kalau ditolak ya itu tadi kasihan.

Saya aslinya tidak suka dipijit. Kalau nggak enak badan, pegel-pegel, habis olahraga atau gara-gara masuk angin. Saya biasa minum antangin dan tolak angin. Atau banyak minum air putih dan istirahat di rumah saja nggak ke mana-mana. Saya baru merasakan dipijit waktu dulu saya sakit. Tapi walau pun baru pertama kali dipijit. Saya sudah tahu mana tukang pijit ulung dan tukang pijit biasa-biasa saja.

Tukang-Pijit-Ulung-3.jpg
Tukang pijit ulung. Sebelum dia memijit, dia tanya dulu sama kita bagian tubuh mana yang sakit. Dia sasar dulu titik syarafnya. Kalau sudah ketemu penyakitnya, dia pijit pelan-pelan, atau dia gunakan teknis khusus. Dan teknik khusus itu biasanya yang membuat tubuh kita langsung bergidik atau merinding. Kalau dalam bahasa sunda disebutnya muringkak. Kalau tukang pijit biasa-biasa. Dia langsung main pijit saja. Polanya standar. Pijit kaki dulu, naik ke punggung, udah gitu ke tangan, dan terakhir ke kepala. Enak sih. Bisa bikin kita ngantuk. Tapi titik-titik syarafnya tidak kena.

Nah, bedanya Mang Ipin dengan Amat itu. Mang Ipin tukang pijit ulung. Amat tukang pijit biasa-biasa. Dipijit oleh Mang Ipin bagian tubuh saya yang sakit berbulan-bulan bisa sembuh dalam satu minggu. Dipijit oleh Amat kaki saya jadi gatal-gatal dan merah-merah. Besok-besok, saya mungkin akan menggunakan tenaga dia kalau butuh air saja. Kalau dipijit tidak. Untuk Mang Ipin, saya akan terus mengingat beliau sepanjang hidup saya sebagai pahlawan. Al-Fatihah.
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url