Catatan Akhir Ramadhan
BAGI orang-orang yang beriman, berlalunya bulan suci Ramadhan merupakan sebuah kehilangan besar. Meski tidak secara terang-terangan menginginkan bulan suci Ramadhan hadir di sebelas bulan yang lain selama setahun penuh, tetapi paling tidak hari-hari yang mereka lalui, detik-detik yang mereka lalui, setelah bulan Ramadhan selesai, senantiasa dipenuhi dengan keberkahan dan ampunan. Bagi orang-orang yang beriman, kepergian bulan suci Ramadhan selalu meninggalkan bekas. Seperti sebuah luka yang sulit untuk diobati, tapi lebih ke sebuah kerinduan yang tak terlukiskan. Akan terlampiaskan atau tertunaikan bila bulan suci Ramadhan kembali datang.
Bagaimana dengan orang-orang biasa seperti kita? Bulan suci Ramadhan tak ubahnya rutinitas sehari-hari yang harus dijalani. Biasa-biasa saja. Tak ada yang istimewa. Kalau pun tidak ada yang berani berpendapat bulan suci Ramadhan layaknya jelangkung; datang tak diundang, pulang tak diantar. Tapi setidaknya dari prilaku kita sehari-sehari selama bulan suci Ramadhan tidak mencerminkan bahwa kita sedang berada di bulan yang penuh dengan berkah dan ampunan. Hari-hari yang kita lalui tidak pernah diisi dengan dzikir, detik-detik yang kita lalui tidak pernah diselingi dengan tasbih. Saat bulan suci Ramadhan pergi meninggalkan kita, tak ada sepotong luka yang menyesak di dada, tak ada kerinduan untuk menikmati kembali jamuan dari Tuhan.
Bagi orang-orang yang beriman. Jauh hari sebelum Ramadhan datang mereka sudah mempersiapkan segala perbekalan. Karena bagi mereka Ramadhan ibarat sebuah perjalanan. Sementara bagi orang-orang biasa seperti kita, jangankan jauh-jauh hari, sehari sebelum Ramadhan pun tak ada persiapan apa-apa. Sekali lagi, biasa-biasa saja. Tak ada yang istimewa. Kalau kuat, puasa. Kalau nggak kuat, batal. Jika Ramadhan diibaratkan sebuah perjalanan, tersesat di perjalanan pun bagi kita tidak apa-apa. Bukan suatu masalah.
Banyak di antara kita yang menyia-nyiakan bulan Ramadhan. Seolah-olah tahun depan kita akan bertemu lagi. Padahal kita tidak tahu apakah umur kita masih panjang sampai tahun depan. Bukti bahwa kita selalu menyia-nyiakan bulan suci Ramadhan adalah kita tidak pernah serius untuk memanfaatkan bulan yang penuh dengan berkah dan ampunan ini untuk mengerjakan ibadah yang sebanyak-banyaknya, mengumpulkan pahala yang sebanyak-banyaknya.
Contoh kecil, sebulan penuh kita berpuasa tapi shalat tarawihnya bolong-bolong, tadarus al-qurannya kadang-kadang. Jika adzan maghrib tiba, kita malah sibuk berbuka sementara shalat magribnya belakangan. Padahal, apa susahnya untuk makan dan minum takzil dulu, terus shalat maghrib, habis itu baru makan. Menginjak sepuluh hari terakhir Ramadhan, ketika orang-orang beriman sibuk menamatkan hafalan al-quran, itikaf di masjid berburu malam Lailatul Qadar, kita malah sibuk bolak-balik mall dan supermarket untuk membeli kebutuhan Lebaran. Kita malah sibuk buka bersama (bukber) bareng teman-teman di sebuah restoran. Dan masih banyak lagi aktifitas yang kita lakukan di bulan suci Ramadhan jauh dari esensi Ramadhan itu sendiri.
Karena keterbatasan waktu, catatan akhir Ramadhan saya kali ini saya cukupkan sekian dulu, semoga bisa menjadi renungan buat kita semua. Semoga kita masih diberi kesempatan oleh Allah SWT untuk berjumpa lagi dengan bulan suci Ramadhan tahun depan. Amiin.