Komunitas Bubur Ayam Makannya Nggak Diaduk
DI mana-mana. Terutama di medsos. Orang-orang sibuk bicara politik. Ada yang dukung 01. Ada yang dukung 02. Apalagi menjelang hari H pencoblosan. Suasana makin riuh rendah. Masing-masing saling menjagokan pilihannya. Pemilu yang sudah-sudah tidak seheboh seperti sekarang. Mungkin karena dulu belum ada medsos. Orang-orang belum kecanduan gadget.
Informasi terkait Pemilu dulu hanya kita dapat dari televisi, radio, dan surat kabar. Itu juga hanya sebagian. Hanya sepotong. Tidak full. Kita hanya dikasih gambaran Pemilu saat itu Partainya ada sekian. Calon Walikota, Bupati, Gubernur, dan Presiden ada berapa pasang. Tinggal masyarakat yang memilih. Yang suka partai A pilih A. Yang suka partai B pilih B. Begitu juga dengan calon pemimpin. Masyarakat memilih sesuai hati nurani.
Artikel saya
ini tidak ada hubungannya dengan Pilpres. Tidak ada kaitannya dengan dukung
mendukung salah satu paslon. Saya ini masyarakat biasa. Seperti teman-teman.
Tiap hari saya cari duit untuk menafkahi keluarga. Tapi karena pekerjaan saya jualan online. Yang salah satu
medianya menggunakan facebook. Mau
tidak mau, suka tidak suka, informasi tentang Pilpres entah itu foto, video, meme, dll, sering muncul di timeline.
Saya tertarik untuk menulis artikel ini karena saya penggemar berat bubur ayam. Tiap pagi saya suka sarapan bubur ayam. Kalau bosan makan nasi, malam juga saya suka beli bubur ayam. Saya suka bubur ayam dari kecil. Dari sejak SD. Sampai sekarang saya masih hafal harga perporsi bubur ayam dan siapa saja penjualnya. Waktu SD harga bubur ayam semangkuk Rp 50 - Rp 100 perak. Penjualnya Kang Dayat sama Bu Enok. Waktu SMP harganya naik semangkuk jadi Rp 250 perak. Waktu SMA naik semangkuk jadi Rp 500 – Rp 1000 perak.
Sekedar lucu-lucuan, pengen ikut-ikutan, saya ini bisa dibilang seorang mualaf. Dari SD sampai SMA, saya termasuk ke dalam komunitas bubur ayam makannya diaduk. Saya dapat hidayah dan hijrah ke komunitas bubur ayam makannya nggak diaduk setelah lulus SMA. Gara-garanya saya lihat sahabat saya. Kalau makan buburnya nggak diaduk. Awalnya benci. Kok makan bubur ayamnya nggak diaduk. Tapi lama-lama jadi kefikiran buat nyoba. Dari coba-coba itulah akhirnya sampai sekarang kalau beli bubur ayam makannya suka nggak diaduk.