Pusing Sendiri
SAYA jualan online dari tahun 2010. Pelanggan dan reseller saya, alhamdulillah, dari Sabang sampai Merauke boleh dibilang lumayan banyak. 10 tahun bergelut di dunia maya. Duduk di depan laptop berselancar menggunakan koneksi internet. Banyak pengalaman pahit dan manis yang saya alami. Dari zaman transaksinya lewat SMS, lanjut ke Blackberry sampai ke WhatsApp lengkap dengan berbagai macam dramanya sudah saya rasakan. Platform yang saya gunakan buat berjualan mulai dari Facebook, Twitter, Blogger, Email, Website berbayar, Marketplace, sampai Instagram, semuanya sudah saya jajal.
Semua itu saya jalani dengan tulus, ikhlas dan konsisten. Tidak pernah dalam sehari, seminggu, sebulan atau setahun, jualan online saya keselang oleh pekerjaan lain. Setiap hari, siang malam, pagi sore, aktifitas saya full jualan online. Sekarang kan suka ada tuh orang yang kerja di perusahaan sambil nyambi jualan online. Misal, siang harinya kerja, malam harinya jualan online. Kalau saya nggak, kecuali tidur, liburan, kumpul bareng keluarga, atau sowan ke rumah mertua, setiap harinya saya fokus jualan online.
Masalahnya. Sebenarnya ini bukan masalah sih. Tapi sekedar informasi saja. Selama saya berjualan online. Saya tidak pernah melayani pengiriman dalam kota. Memang ada sih satu atau dua orang yang pengen belanja ke toko langsung. Atau main ke rumah langsung. Tapi suka saya tolak dengan baik-baik. Kalau pelanggannya maksa dan ordernya lumayan banyak transaksinya paling janjian di satu tempat. Waktu beriklan di Facebook pun target audience-nya saya setting. Produk saya tidak boleh diiklanin ke orang yang masih dalam kota. Tentu ada alasan yang jelas, kuat dan spesifik mengapa saya tidak melayani pelanggan dalam kota. Tapi itu biar jadi privasi saya saja.
Sebulan ke belakang, tiba-tiba saya tertarik untuk berjualan di market lokal. Keinginan saya terinspirasi oleh postingan beberapa mastah yang menjelaskan bahwa jualan di market lokal, masih satu kota, ternyata profitnya sangat gurih. Karena penasaran ingin membuktikan benar atau tidaknya saya coba tes. Platform yang saya gunakan adalah Blogger. Saya menjual salah satu produk dengan optimasi kata kunci kecamatan, kota dan kabupaten di mana saat ini saya domisili.
Apa yang terjadi? Blog punya saya itu belum kumplit. Tema masih bawaan dari Blogger, isi konten cuma 2 artikel. Tiba-tiba kemarin ada yang Chat ke nomer WhatsApp saya nanyain produk yang saya jual. Produk yang saya posting di Blog itu sebenarnya bukan punya saya. Produk yang saya jual itu punya orang yang kebetulan ada hubungannya dengan artikel yang ini. Asal Anda tahu, produk yang saya jual itu, saya ambil profitnya 1 juta. Dari yang punya harganya 3,5 juta. Saya jualnya 4,5 juta.
Cuma lucunya, yang Chat ke nomer WhatsApp saya dan butuh produk tersebut itu temen sekolah adik saya. Udah gitu, ayahnya guru saya. Neneknya guru saya. Kakeknya juga suka ngobrol dan nongkrong dengan saya dulu waktu saya masih bujangan. Singkat cerita, karena produk yang saya jual punya orang dan yang butuh adalah orang yang saya kenal dan saya hormati. Kalau diterusin urusannya bakal ribet. Mereka tahu saya tidak jualan produk tersebut. Mereka pasti maunya beli ke toko langsung bukan lewat makelar. Akhirnya saya jadi pusing sendiri.